Dosen-dosen dan Mahasiswa/i Institut Agama Islam Cirebon (IAIC) melakukan kunjungan ke Kota Pelajar. Tujuan utama dari kunjungan itu adalah bersilaturahmi sekaligus melaksanakan benchmarking dengan Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta, LPTQ IQRO’, dan Mesjid Jogokariyan. Kegiatan studi banding tersebut berlangsung selama dua hari mulai dari tanggal 4-5 Januari 2024. Rombongan dosen dan mahasiswa IAIC berjumlah sekitar 60 orang.

Adapun rangkaian kegiatan hari pertama yaitu  terlebih dahulu berziarah ke maqbarah pendiri Pondok Pesantren An Nur, KH. Nawawi Abdul Aziz, sebelum akhirnya melaksanakan kegiatan benchmarking dengan civitas akademika IIQ An Nur di Auditorium IIQ An Nur.

Acara benchmarking kedua kampus Islam itu berjalan hangat dan bersahabat. Setelah acara dibuka, sambutan pertama diisi oleh Lina, Dekan Fakultas Tarbiyah IIQ An Nur. Dalam sambutannya, Lina menyatakan sangat senang dengan kerja sama antara IAIC dengan IIQ An Nur.

“Harapan kita, MoU/MoA ini bukan formalitas belaka, tetapi harus benar-benar diimplementasikan ke depannya untuk kemanfaatan bersama,” ujar Lina.

Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Lutpiyah Hakim, Dekan Fakultas Tarbiyah IAIC. Ia menyampaikan bahwa semenjak IAIC berubah nama dari “sekolah tinggi” ke “institut”, IAIC mulai memperbanyak kerja sama dengan kampus-kampus lain guna pengembangan IAIC sendiri. Dosen dan Mahasiswa diwajibkan untuk melaksanakan tri dharma perguruan tinggi baik di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Tujuan besar dalam studi banding ini adalah memotret pencapaian tri dharma perguruan tinggi IIQ An Nur sehingga civitas akademika IAIC dapat belajar untuk meningkatkan keterampilan di bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Di bidang penelitian, Dosen dan mahasiswa diwajibkan untuk meneliti dan menulis yang diwujudkan dalam bentuk karya ilmiah yang dapat dipublikasikan di jurnal nasional. Adapun untuk bidang pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa dapat belajar sosial kemasyarakatan. Sehingga mahasiswa dapat bersosialisasi dengan baik di tengah-tengah masyarakat dan mampu berinovasi untuk pengembangan hidup masyarakat.

“Kami punya banyak cabang kerja sama sehingga diharapkan hal ini dapat mendorong pengembangan perguruan tinggi kami,” ucap Lutpiyah.

Di tengah-tengah sambutannya, Lutpiyah menampilkan video profil IAIC untuk memperkenalkan IAIC kepada civitas akademika IIQ An Nur.

Sambutan ketiga disampaikan oleh Ahmad Shofiyuddin Ichsan, Ketua LP2M IIQ An Nur. Shofi berharap acara benchmarking ini menjadi ajang silaturahmi yang saling mendukung untuk keberhasilan satu sama lain.

“Harapannya, acara ini menjadi awal silaturahmi yang berkelalnjutan ke depannya,” demikian ucap Shofi.

Setelah sambutan, diadakan sesi tanya-jawab. Dalam sesi ini, tiga dekan fakultas di lingkungan IIQ An Nur (Tarbiyah, Ushuluddin, dan FEBI) plus Ketua LP2M menempati tempat pengisi acara di depan, sedangkan civitas akademika IAIC dipersilakan untuk bertanya seputar hal-hal yang perlu mereka ketahui seputar IIQ An Nur yang bisa menjadi inspirasi bagi pengembangan IAIC.

Dari beberapa dosen dan mahasiswa IAIC yang menyampaikan pertanyaan, setidaknya ada dua yang penting digarisbawahi terkait keunggulan dari IIQ An Nur. Pertama, IIQ An Nur punya program unggulan tahfidz al-Qur’an.

“Program tahfidz ini bertingkat-tingkat. Untuk grade A, tiap-tiap mahasiswa diwajibkan hafal tiga juz per-semester; untuk grade B, 1,5 juz per-semester. Begitu seterusnya, tergantung kemampuan masing-masing mahasiswanya,” tutur Lina tatkala ditanya oleh mahasiswa IAIC, Ahmad Yani, terkait metode, aturan, dan implementasi program tahfidz al-Qur’an di IIQ An Nur.

Kedua, IIQ An Nur unggul dalam penggunaan kitab-kitab turats di satu sisi, dan di sisi lain mengembangkan metode living Quran untuk meneropong gejala-gejala budaya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

“Kita moderat dalam penggunaan kitab-kitab kuning. Kalau ada terjemahannya, mahasiswa dipersilakan untuk menggunakan terjemahan itu, seperti Tafsir Ibnu Katsir. Namun, kami juga menggunakan kitab Tafsir Ar-Razi yang tidak ada terjemahannya. Jadi, mahasiswa harus merujuk kepada kitab kuningnya. Oleh karenanya, mereka dituntut untuk bisa membaca kitab kuning,” jelas Arif Nuh Safri, Ketua Program Studi Ilmu Hadits, menjawab pertanyaan Ilham Fauzi, mahasiswa IAIC.

Acara inti benchmarking ini adalah penandatanganan MoU/MoA (Memorandum of Understanding/Memorandum of Agreement). Dalam penandatangan ini, pihak IAIC, diwakili oleh Luthfiyah Hakim (Dekan Fakultas Tarbiyah), Masyhari (Dekan Fakultas Syariah), Ahmad Lutfi Hidayat (Dekan Fakultas Ushuluddin), dan Nuniek Rahmatika (Ketua Lembaga Penelitian, Penulisan, dan Penerbitan Ilmiah). Sedangkan dari pihak IIQ An Nur diwakili oleh Lina (Dekan Fakultas Tarbiyah), M. Arif Kurniawan (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam), Arif Nuh Safri (perwakilan Dekan Fakultas Ushuluddin), dan Ahmad Shofiyuddin Ichsan (Ketua LP2M). Kemudian, dilanjutkan dengan acara penyerahan cinderamata oleh civitas akademika IAIC kepda civitas akademika IIQ An Nur.

Setelah itu, dosen dan mahasiswa yang bertugas mengumpulkan data di IIQ An Nur melakukan wawancara kepada narasumber terkait. Akhirnya kegiatan benchmarking di IIQ An Nur berjalan lancar dan banyak ilmu dan informasi yang diperoleh civitas akademika IAIC.

Kunjungan selanjutnya yakni ke LPTQ IQRO’. Civitas akademika IAIC disambut dengan hangat dan bersahabat oleh Ustad Iwan Setiawan. Adapun dosen-dan mahasiswa yang bertugas mulai mencatat dan mengajukan beberapa pertanyaan terkait metode pengajaran Iqro’ yang efektif.

Beliau menuturkan bahwa mereka telah melakukan berbagai kunjungan ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia untuk mengajarkan metode-metode pengajaran Al Quran yang efektif.

“Kami pernah ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan berbagai wilayah lain dan menemukan bahwasannya masyarakat di daerah-daerah pelosok memiliki semangat tinggi untuk mempelajari Al Qur’an. Harapannya semoga semangat itu terus menjadi pemantik untuk tidak lelah belajar dan mengajarkan Al Qur’an” Ucap Iwan.

Acara benchmarking tersebut berjalan lancar dan ditutup dengan penyerahan cinderamata oleh IAIC kepada LPTQ IQRO’.

Rangkaian kegiatan hari kedua yakni diawali dengan ziarah ke maqbaroh Almaghfurlah KH. Mufid Mas’ud Pondok Pesantren Sunan Pandanaran . Setelah itu rombongan civitas akademika bertolak menuju tempat wisata salah satu pantai terkenal di Yogyakarta Pantai Parangtritis.

Kunjungan terakhir adalah Mesjid Jogokariyan. Civitas akademika IAIC disambut dengan hangat oleh pihak mesjid. Mesjid ini merupakan mesjid yang mempunyai manajemen yang mumpuni sehingga bisa menjadi rujukan dan contoh untuk mesjid-mesjid yang lain. Mesjid yang nampak sederhana secara visual namun memiliki pesona keindahan luar biasa di dalamnya. Mesjid ini memiliki sistem manajamen ala Rasulullah dengan aplikasi di zaman modern dan dengan inovatif sehingga bisa diterima oleh masyarakat., dimana visi misi mesjid yang menjadikan mesjid sebagai pusat peradaban dan pusat solusi umat. Demikian Ustad Aulan memperkenalkan secara singkat tentang mesjid ini.

Masjid ini memiliki manajemen masjid unggulan diantaranya ATM beras, jamaah mandiri, Pionir Kampoeng Ramadhan, Peta Dakwah, mensholatkan orang hidup, dan saldo infaq Rp 0,-.

Alhasil seluruh masyarakat di Wilayah Jogokariyan dapat merasakan kehadiran mesjid sebagai tumpuan masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.

Setelah menelusuri lebih mendalam, ternyata yang menjadikan mesjid ini memiliki pesona luar biasa adalah Keteguhan untuk senantiasa memakmurkan masjid. Secara teknis maksud memakmurkan masjid adalah menegakkan sholat berjama’ah. Juga mendorong jamaah masjid untuk menyalurkan dan menunaikan zakat untuk kekuatan ekonomi masyarakat.

“Intinya adalah perkuat sholat berjama’ah maka Allah akan menurunkan keberkahan dari langit dan di bumi.” Tutur Aulan.

Benchmarking tersebut berjalan khidmat tatkala civitas akademika memperhatikan penjelasan dari ustad Aulan. Setelah itu dosen dan mahasiswa mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali lebih mendalam kesuksesan manajemen masjid Jogokariyan tersebut dan kiat-kiat untuk mengimplementasikan manajemen tersebut di masjid-masjid lain.